1berita.com – Puncak penyebaran hoaks diprediksi akan terjadi setelah pemungutan suara 14 Februari 2024 ketika rekapitulasi suara hingga gugatan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Serangan tersebut berpotensi menyasar peserta pemilu, penyelenggara pemilu, media, serta lembaga survei. Karena itu, masyarakat diharapkan bisa kritis sehingga dapat membedakan konten-konten politik yang berupa fakta atau hoaks.
Puncaknya diprediksi akan terjadi setelah pemungutan suara 14 Februari 2024 ketika tahapan memasuki rekapitulasi suara hingga gugatan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Sekarang sudah sangat membanjir hoaks politik antarkubu capres dari kelompok pendukungnya. Serangan juga menyasar penyelenggara pemilu untuk mendelegitimasi pemilu
Isu kecurangan pemilu harus disikapi dengan sangat serius oleh penyelenggara pemilu. Karena isu ini yang diprediksi meningkat tajam setelah hari pencoblosan 14 Februari 2024 dan berpotensi membuat orang menolak hasil pemilu dan memantik keonaran.
Karena itu, upaya menangani hoaks tidak cukup dengan melakukan fact checking atau pemeriksaan fakta. Sangat penting upaya pencegahan dalam bentuk vaksinasi informasi atau prebunking. Caranya dengan menyajikan konten yang bisa mengedukasi publik sehingga memiliki kekebalan atau imun kuat saat terpapar hoaks.
Masyarakat juga bisa menjadi pemilih kritis sehingga bisa membedakan konten-konten politik yang berupa fakta atau hoaks. Identifikasi potensi hoaks perlu dilakukan sehingga langkah-langkah antisipatif bisa dilakukan lebih awal sebelum haoks menyebar
Bahwa konten hoax yang kerap muncul saat Pemilu biasanya berisi informasi yang tidak benar atau menyesatkan. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tidak menelan mentah-mentah segala informasi yang diterima baik dari media sosial maupun melalui pesan berantai. Ia mengimbau masyarakat untuk melakukan cek, ricek, dan kroscek terhadap informasi yang didapatkan dan teruji validitasnya sebelum disebarluaskan.